Pesawat Itu Kini Tak Sekedar Kertas

Kemarin 9 Agustus 2012 merupakan hari yang amat bahagia. Saya bertugas memberikan materi kepada para peserta Pesantren Ramadhan, lebih tepatnya berbagi kepada mereka. Tetapi, saya lebih senang menyebutnya Kuliah Ramadhan.

Mereka merupakan siswa-siswi sekolah menengah. Yang tentu saja masih labil, masih rentan disusupi hal-hal buruk. Sehingga ketika ada tawaran untuk ikut berpartisipasi di kegiatan ramadhan ini, saya langsung ambil kesempatan itu. Bukannya ingin ikut menyusupi hal buruk. Justru sebaliknya, saya ingin memberikan segenggam optimisme.

Saat berada di depan mereka, awalnya sempat nervous karena terkendala beberapa masalah teknis. Tetapi, setelah berjalan, semuanya terasa mengalir. Kami menikmatinya.


Saya membahas tentang suatu hal yang kita semua bisa lakukan. Tapi, tak semua orang melakukannya. Saya membahas tentang satu hal yang orang-orang besar lakukan. Bermimpi.

Kenapa mimpi? Memang awalnya sempat bingung mencari tema yang pas untuk mereka dan tentu saja materi yang saya kuasai. Hingga akhirnya muncul dalam pikiran saya untuk membahas tentang mimipi. Saya rasa bahasannya sangat cocok untuk mereka. Meskipun sebenarnya saya tak terlalu expert dalam hal itu. Tapi, bukan berarti tak bisa. Saya memiliki kesempatan untuk belajar dan mendekatkan diri dahulu dengan mimpi.

Harapan saya tak muluk-muluk. Saya hanya ingin masing-masing dari mereka minimal memiliki satu mimpi. Mimpi yang baik, mimpi yang benar, dan berkualitas. Dan saya ingin mereka memperjuangkan itu. Ngomporin orang memang selalu menyenangkan.

Saya mulai dengan memperkenalkan diri dan mengatakan mimpi saya menjadi seorang Petroleum Geologist yang jago di bidang Struktur Geologi. Mereka sempat bingung dan bertanya, kemudian saya jelaskan sekilas mengenai itu.

Sharing pun terus memanas. Beberapa poin yang saya sampaikan kepada mereka bahwa
- Bermimpi itu gratis, kita semua bisa bermimpi.
- Pesawat, mobil, listrik, dan Islam pun berawal dari sebuah mimpi.
- Mimpi tak selalu sama. Maka pilihlah mimpi yang berkualitas.
- Kita wajib bermimpi. Kenapa? Karena manusia makhluk dinamis. Dan dengan mimpi, ada sesuatu yang dikejar.
- Jika tak punya mimpi, hidup akan apa adanya dan pasrah.
- Dengan mimpi, hidup terarah, tak sekedar mengikuti orang, percaya diri, dan menjadi remaja yang super.
- Bermimpilah yang realistis, yaitu yang seimbang antara kemampuan dan keinginan. Tetapi, kita harus bermimpi setinggi-tingginya. Dengan cara menyeimbangkan keinginan kita dengan usaha yang lebih.

Semuanya telah tersampaikan, saya putarkan sebuah video tentang seorang mahasiswa IPB yang mencoret mimpi-mimpinya. Mereka pun serius menonton. Dan saya hanya memperhatikan di belakang.

Setelah kami menyaksikan video tadi, segera saya perintahkan mereka untuk menyiapkan sebuah kertas kosong, membentuknya menjadi pesawat-pesawatan, dan menulis nama serta mimpi mereka di pesawat itu.

Kami pergi keluar ruangan. Berbaris rapid an berikrar, “Ini mimpi saya. Dan akan terus Saya kejar.” Kemudian menerbangkan mimpi-mimpi kami bersamaan. Suasananya tampak hangat, sungguh menyenangkan.


Saya suruh mereka mengambil acak pesawat-pesawat yang telah mereka terbangkan. Kemudian mengajak mereka kembali masuk ke dalam kelas.

Di dalam kelas saya tanyakan, adakah pesawat yang mereka bawa pesawat yang ditubuhnya tertera nama dan mimpi mereka. Hasilnya, ada beberapa yang pesawatnya tepat, ada yang tertukar, dan ada yang tidak mendapat pesawat kertas satu pun.

Saya katakan bahwa itu merupakan analogi dari sebuah mimpi. Ada orang yang tepat mewujudkan mimpinya, ada yang mimpinya terwujud namun berbeda, dan yang terakhir ada yang belum terwujud, yang artinya harus terus berusaha menggapai mimpi itu. We live in three. Our dreams, God Choice, and Reality.

Kelas pun berakhir.

Adik-adik, semoga suatu saat kalian berucap, “Pesawat itu kini tak sekedar kertas.”