Makin Cinta dengan GEOLOGI



GEOLOGI adalah cinta. Dia cinta kesekian juta dalam hidup saya. Tapi, saat ini dia benar-benar menjadi salah satu Top Ten cinta saya. Bumi indah dengan cinta, bukan dengan kebencian. Cinta bumi, cinta GEOLOGI.

Saya telah terjebak ke dunia GEOLOGI. Saya menikmatinya dan bangga. Dulu tak yakin dengan pilihan ini. Ingin pergi. Disini cape, cape fisik dan perasaan. Tapi, itu dulu, sekarang menyenangkan dan semoga selanjutnya begitu.

Saya mempunyai kisah yang unik yang membuat semakin cinta dengan GEOLOGI. Lagi-lagi saya sengaja menulis kisah ini sebelum lupa termakan waktu, karena ini merupakan mozaik yang sayang untuk begitu saja dibiarkan.

Ketika itu masih kuliah di semester awal, agak lupa antara Semester II atau Semester III. Yang pasti saat itu rambut masih agak botak karena masih ada sisa rambut pas zaman ospek, belum sepanjang sekarang.

Saya pulang menuju Jatinangor setelah seperti biasa bertemu dengan partner di Bandung untuk bercerita dan berbagi tawa canda. Ketika berada di perempatan jalan Gasibu menuju Surapati, saya langsung dihentikan oleh seorang Polisi berseragam lengkap. Dianggap mengganggu pengguna jalan lain yang akan belok ke arah jalan Diponegoro, karena kata beliau terlalu berada di tengah. Baiklah.

Saya menepi dan sekilas memperhatikan seragam Polisi itu. Kalo memang ingatan saya masih tajam, namanya Pak Ade. Beliau berkumis berambut agak ikal, kulitnya sawo matang (dan stop jangan ngebayangin Jojon). Yang menarik adalah bukan fisik Polisi itu, tapi percakapan kita yang mungkin akan mengubah pandangan anda terhadap GEOLOGIST.

“Mana surat-suratnya, De?” tanya Polisi itu.
Saya langsung membuka dompet dan menyerahkan SIM dan STNK, “Ini, Pak.”
Kemudian Polisi itu menulis sesuatu di sebuah kertas yang sepertinya surat tilang.
Sambil menulis, tiba-tiba Polisi itu membuka obrolan ringan dengan bertanya, “Kamu kuliah atau kerja?”
“Kuliah Pak,” jawab saya.
“Dimana?” lanjut Polisi itu.
“Di Unpad Pak, Jatinangor.”
“Jurusan apa?”
“Teknik GEOLOGI.”
Sesaat setelah kata-kata terakhir keluar dari mulut saya, suasana menjadi hening.
“Kamu tau ga kalau GEOLOGI itu kerjanya di hutan?” tiba-tiba Polisi itu menyergap dengan pertanyaan yang cukup mengagetkan dengan tensi suara yang naik.
“Engga juga Pak, tergantung ada yang di kantor juga.” Jawab saya.
“Kamu tau ga sehari itu biaya makannya berapa? Mahal. Kamu tau ga kalo kamu udah kerja beberapa tahun kamu bisa dapet rumah di perumahan elite yang ada di Buah Batu sana?” Polisi itu terus saja mencecar dengan berapi-api.
Saya hanya bisa melongo, “Wah iya, Pak?”
“Kamu tau darimana GEOLOGI? Siapa yang nyuruh milih GEOLOGI?”
“Saya milih sendiri, cari tau sendiri. Nanya-nanya juga ke orang tua.”
“Bagus. Kamu kuliah yang bener, cepet lulus! Nih, sekarang pulang. Hati-hati!” Polisi itu itu berkata sembari menyerahkan SIM dan STNK saya.
“Ga jadi ditilang Pak? Makasih ya, Pak.” Saya mengakhiri dan berlalu.

Kejadian yang aneh, percakapan yang aneh. Tapi intinya, saya diyakinkan untuk fokus dan mencintai dunia ini. Semoga ini bukanlah jalan yang salah yang akan saya tempuh ke depan.

Dan mudah-mudahan tulisan ini menjadi momen yang tepat karena sebentar lagi semester VII di depan mata, saya harus bersiap untuk memilih minat saya di GEOLOGI, Mapping lanjut, dan Tugas Akhir.

Just wait Brothers, I’ll kill you all!