Terjebak pada suatu pilihan



Ketika itu saya pernah menjanjikan sebuah tulisan tentang suatu pilihan hidup. Baiklah sebagai manusia yang tidak munafik, saya akan menepatinya. Chek it out!

Kita sebagai manusia dilahirkan tanpa sebuah pilihan. Pilihan untuk lahir dari Ras X, Negara B, atau pun lahir dengan memiliki mata sipit serta rambut pirang. Tak ada pilihan sama sekali. Kita begitu saja lahir ke dunia melalui seorang ibu, menangis, dan besar seperti sekarang.

Anggapan di atas tak sepenuhnya salah, karena memang faktanya seperti itu. Tapi, tahukah kamu bahwa sebenarnya kita telah lahir sebagai seorang yang telah menentukan pilihan. Choose what? Yaitu pilhan untuk masuk ke dalam sebuah dunia yang bernama kehidupan. Kita telah memilih untuk berjuang menuju sel telur. Kita memilih berusaha sekuat tenaga mengalahkan benih-benih lain. Kita memilih untuk menjadi the one, pemenang. Itu adalah pilihan, kawan. PILIHAN!

Kita beranjak menjadi balita, bertambah berat, tinggi, dan pengetahuan akan sebuah hidup. Kita memilih untuk belajar merangkak, memilih untuk belajar berjalan, dan berlari. Seandainya tak kita tentukan pilihan itu, mungkin sekarang kita hanya seorang manusia berkumis yang berbaring dan hanya bisa menangis. Itulah ironi dari sebuah pilihan.

Pada hakikatnya, pilihan yang kita ambil tak selalu tepat. Contohnya saja kita memilih membeli baju berwarna hitam, namun setelah di rumah kita menyesal tak membeli baju berwarna transparan. Pilihan mengajarkan kepada kita untuk berpikir lebih keras, berpikir lebih cepat, dan memutuskan. Tak usah khawatir saat pilihan yang kita putuskan keliru, karena sebenarnya kita sedang belajar mengetahui hal yang salah sehingga nanti kita tak akan mengulangi itu.

Ini kisah saya ketika terjebak pada suatu pilihan. Ketika itu saya telah lulus SMA dan segera menuju perguruan tinggi. Entah apa alasannya pada SNMPTN, saya memilih GEOLOGI sebagai jurusan yang saya pilih pada pilihan pertama atau kedua. Padahal sebelumnya saya telah mendapat kepastian kuliah pada jurusan yang saya idam-idamkan sama sekali, teknik sipil. Kenapa sipil? Karena saya merasa jurusan tersebut paling cocok dengan passion saya (bahasa trendnya sekarang) atau kemampuan dan minat saya. Saya senang berkutat dengan angka dan menggambar bentuk-bentuk yang presisi dan simetrik.

Kebetulan atau tidak, SNMPTN saya lolos. Artinya, geologi masuk menjadi opsi saya melanjutkan sekolah. Bingung pasti, antara memilih teknik sipil atau jurusan antah barantah yang belum saya kenal, yaitu geologi.



Sebenarnya saya tak perlu bimbang, jawabannya gampang kan? Seharusnya dengan telak saya memilih teknik sipil sebagai opsi prioritas. Tetapi, anehnya setelah saya pertimbangkan lagi, hati saya lebih condong ke geologi. Memang iya banyak faktor yang mempengaruhi itu, tak hanya passion semata.

Perlahan-lahan saya mengenal geologi. Saat ini saya telah berkuliah di teknik geologi hingga semester-6. Sama sekali tak merasa menyesal akan pilihan ini. Saya menikmatinya, dan tentu saja mencintainya.

Ini yang saya sebut sebagai terjebak pada suatu pilihan. Alloh lebih tahu pilihan-pilihan mana saja yang terbaik bagi kita.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui..” (QS. Al-Baqarah:216)

Nantikan artikel berikutnya masih tentang pilihan, “bagaimana cara menentukan pilihan!”