A Jorney of Five : Nada Abadi Harmoni

­­­Salah satu dari sekian banyak film yang wajib tonton menurut pendapat mayoritas sineas mungkin adalah Forrest Gump. Selain karena film tersebut memenangkan banyak penghargaan, tentunya banyak hal menarik yang bisa kita lihat, amati, pelajari, dan ambil. Saya sarankan setelah membaca bait kalimat di atas bagi yang merasa belum menonton, maka segeralah mencari film tersebut bagaimana pun langkahnya. Dan bagi yang sudah menonton, pasti anda akan setuju dengan pendapat saya. Jika tidak, selera anda mesti distabilloi.

Coba tanyakan pada Forrest Gump suatu pertanyaan retoris semacam, “Bagaimana rasanya telah berlari selama 3 tahun 2 bulan 14 hari 16 jam?” Dia hanya akan tertawa terbahak-bahak dan  meletakkan tangan kanannya di kening anda sambil berkata, “You should take a rest!” dan begitu saja pergi. Tak akan pernah kembali.

Lalu tanyakan pada saya bagaimana rasanya diam, duduk, berdiri, berjalan, lari di tempat, jogging, sprint, terjatuh, bangkit, dan kombinasinya selama 5 tahun. Yang akan saya lakukan hampir sama dengan Forrest, plus hentakan kaki ke arah muka si penanya. Thank’s Forrest, You are my inspiration.

Seandainya ada fasilitas membuat sebuah tweet tanpa manual typing, namun dengan menggunakan sejenis emosi. Maka, entah ada berapa miliar tweet yang akan muncul di timeline tentang perjalanan saya selama 5 tahun ke belakang. Beruntung memang tak ada auto typing, dan memang saya pun tak ingin membagi secara cuma-cuma kisah hidup saya.

Sekarang coba lihat numpad anda, dan perhatikan angka 5. Nampak seperti huruf S bukan? Ya, S itu inisial dari senang dan sedih. Memang interpretasi yang dangkal. Tapi intinya itu. 5 tahun ke belakang memang terlalu menyenangkan, meskipun ada beberapa titik sedih. Dan memang seharusnya begitu, hidup terlalu sayang bila dihabiskan hanya untuk emoticon yang berakhir dengan kurung buka.

Mungkin banyak yang mengira bahwa menjadi solois itu asyik. Segala benefit, bahkan kesedihan sekali pun dilahap sendiri. Percayalah bahwa berbagi itu lebih indah. Artinya hidup sendiri itu baik, dan berdua itu menyenangkan. Berbagi, mendengarkan, berpendapat, memberi saran, mengingatkan, saling membantu, itu semua merupakan hal yang tak asing ditemukan. Malah tanpa sadar kita melakukannya, tanpa sadar pula kita mendapat benefitnya.



Tiba-tiba muncul pertanyaan, sesederhana itu kah? Berjalan beriringan, dan hasilnya senang. Layaknya seorang anak kecil meminta permen dan dikabulkan pamannya. Tidak. Kita menikmati pergi ke mini market dengan mengendarai sepeda kumbang, di jalan mengucapkan hai pada pak polisi, tersenyum pada mobil yang membunyikan klakson, mendapat ucapan terima kasih dari nona kasir, mendengar peluit parkir, dan terperosok ke dalam selokan. Ya, akhirnya anak kecil dan pamannya tersenyum di taman depan rumah.

Ini memang belum berakhir. Ini bukan saat ketika Forrrest Gump mengatakan I’m very tired dan berhenti berlari. Karena kami tak akan pernah lelah. Ini hanya sepersekian persen dari kisah Muhammad Khadijah. Kita masih akan terus melakukan gerakan kombinasi itu. Tanpa kata lelah hingga tujuan sebenarnya tercapai.

5 tahun ke belakang, sebut saja 5 tahun, bukan perjalanan yang sebentar, bukan perjalanan yang ala kadarnya. Ini perjalanan yang tak boleh berhenti, karena pasti akan ada petikan-petikan yang terdengar indah, akan ada nyanyian-nyanian yang terus mengalun, dan masih akan ada nada-nada abadi harmoni.